Oleh :
JRO MANGKU SUARDANA
Pura Rambutsiwi
Om Suastiastu,
Dalam artikel kali ini penulis akan membahas tentang Arti dan Makna Penjor agar tidak semakin menjadi salah kaprah dalam memberikan ulasannya.
1. Pengertian dan Makna Penjor.
Penjor sesungguhnya berasal dari kata Enjor dalam bahasa Bali Condong / Tampilan. Kata Enjor akan menjadi sebuah kata kerja (kruna kriya) jika mendapatkan imbuhan kata seperti awalan ataupun akhiran, seperti misalnya kata Enjor apabila mendapatkan akhiran An menjadi Enjoran. Contoh kalimat dalam bahasa Bali yang menggunakan kata Enjor : indayang enjoran kangin akidik, artinya dalam bahasa Indonesia : coba Condongkan / Tampilkan ke Timur sedikit. Demikan halnya kata dasar Enjor jika mendapatkan awalan Pa menjadi Paenjor, yang jika dianusuarakan (disengaukan) menjadi Penjor adalah sebuah kata kerja yang dapat diartikan sebagai suatu isyarat dalam sebuah kegiatan untuk condong / menampilkan seuatu secara keseluruhan.
Lalu, apa yang dipaenjorkan = dipenjorka (condong ditampilkan) !?
Dalam konteks perayaan hari Galungan yang erat kaitannya dengan berkuasanya seorang Detya (Ashura = Raksasa) bernama Maya Denawa. Penjor di sini adalah sebagai satu isyarat :
a. Pertama adalah untuk menunjukan rasa terima kasih dan bersyukur kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa karena setelah kemenangan warga melawan berkuasanya Detya (Ashura = Raksasa) bernama Maya Denawa yang sombong dan kejam, warga kembali mendapatkan kemakmurannya, sehingga pada Penjor akan ditampilkan atau dipasang simbul-simbul harta atau kepemilikan yang telah membuat manusia dalam melangsungkan hidupnya di dunia (duniawi) menjadi sejartera seperti berbagai jenis hasil bumi sepertii padi, pala bungkah (umbi-umbian), pala gantung (kelapa, mentimun, pisang, nanas), pala wija (jagung), kue, tebu, uang (kepeng) dan sebagainya.
b. Kedua, setelah manusia memiliki segalanya seperti harta, derajat atau kehormatan, kepandaian, kedudukan atau kekuasaan (sejartera) hendaknya manusia tidak menjadi sombong seperti Detya Maya Denawa. Namun sebaliknya, seperti pada filosofi ilmu padi yakni akan semakin merunduk jika telah semakin berisi. Inilah sebuah isyaratkan, dimana manusia apabila kesejahteraannya seyogyanya semakin bersahaja atau tidak sombong karena kepemilikan di dunia adalah semua titipan yang bersifat semu atau maya (duniawi), maka dari itu Penjor pasti dibuat melengkung turun (merunduk) jika telah sampai pada ujungnya, maka bahan yang paling mendekati untuk membuat isyarat ini adalah sebatang pohon bambu.
c. Ketiga, berhasil terbebasnya manusia dari pengaruh kejahatan (Adharma) hingga memperoleh segala kemenangan dalam kontek kebaikan (Dharma) adalah karena kita telah mengharmoniskan ketiga alam (Tri Loka) diantaranya Bhur Loka (alam Detya/Ashura/Bhuta), Bwah Loka (alam kita) dan Swah Loka (alam Tuan). Dalam ajaran agama Hindu, keselarasan ini dapat diperoleh diantaranya dengan penunggalan (penyatuan) tiga aksara (Tri Aksara) yakni A, U, M menjadi Om yaitu aksara suci Tuhan yang dilambangkan Om Kara (Ong Kara), sehingga Penjor juga bentuknya seperti tulsan Om Kara (Om Kara). Hal ini mengisyaratkan bahwa segalanya yang kita peroleh (seperti yang ditampilkan pada Penjor) adalahsemuanya bersumber dari Tuhan.
2. Pembuatan Penjor tersurat dalam Lontar Tutur Dewi Tapini, sebagai berikut. :
Ndah Ta Kita Sang Sujana Sujani, Sira Umara Yadnva, Wruha Kiteng Rumuhun, Rikedaden Dewa, Bhuta Umungguhi Ritekapi Yadnya, Dewa Mekabehan Menadya Saraning Jagat Apang Saking Dewa Mantuk Ring Widhi, Widhi Widana Ngaran Apan Sang Hyang Tri Purusa Meraga Sedaging Jagat Rat, Bhuwana Kabeh, Hyang Siwa Meraga Candra, Hyang Sadha Siwa Meraga Windhune, Sang Hyang Parama Siwa Nadha.
Artinya : Wahai kamu orang-orang bijaksana, yang menyelenggarakan yadnya, agar kalian mengerti proses menjadi kedewataan, maka dari itu sang Bhuta menjadi tempat/tatakan/dasar dari yadnya itu, kemudian semua Dewa menjadi sarinya dari jagat raya, agar dari dewa semua kembali kepada hyang widhi, widhi widhana (ritualnya) bertujuan agar sang Tri Purusa menjadi isi dari jagat raya, Hyang Siwa menjadi Bulan, Hyang Sadha Siwa menjadi windu (titik O), sang hyang parama siwa menjadi nadha (kecek), yang mana kesemuanya ini merupakan simbol dari Ong Kara.
Sang Hyang Iswara Maraga Martha Upaboga, Hyang Wisnu Meraga Sarwapala (buah-buahan), Hyang Brahma Meraga Sarwa Sesanganan (bambu & jajanan), Hyang Rudra Meraga Kelapa, Hyang Mahadewa Meraga Ruaning Gading (janur kuning), Hyang Sangkara Meraga Phalem (buah pala), Hyang Sri Dewi Meraga Pari (padi), Hyang Sambu Meraga Isepan (tebu), Hyang Mahesora Meraga Biting (semat).
Maka dalam pembuatan Penjor diatur sedemikian rupa maka bahan-bahan yang digunakan menjadi memiliki arti dan filosofinya masing-masing, diantaranya :
Bambu sebagai simbul kerendahan hati dan angka tiga pada aksara Om Kara (Ongkara)
Kue sebagai vibrasi kekuatan Dewa Brahma.
Kelapa sebagai simbol vibrasi Dewa Rudra.
Kain Kuning dan Janur sebagai simbol vibrasi Dewa Mahadewa
Daun-Daunan (Plawa) sebagai simbol vibrasi Dewa Sangkara.
Pala Bungkah dan Pala Gantung sebagai simbol vibrasi Dewa Wisnu.
Tebu sebagai simbol vibrasi Dewa Sambu.
Padi sebagai simbol vibrasi Dewi Sri.
Uang Kepeng sebagi simbul Dewi Laksmi.
Kain putih sebagai simbol vibrasi Dewa Iswara..
Sanggah sebagai simbol vibrasi Dewa Siwa.
Upakara sebagai simbol vibrasi Dewa Sadha Siwa dan Parama Siwa.
Pada ujung penjor digantungkan Sampiyan Penjor lengkap dengan Porosan yang terbuat dari Srih, Kapur, Pinang dan bunga sebagai simbul panunggalan atau sari (Penyatuan) Tri Loka atau Tri Aksara menjadi Om Kara (Ong Kara) yakni aksara suci Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan). Dan khusus pada Penjor Galungan, dimamana pada hari raya Kuningan sesajennya dilengkapi dengan endongan, tamiang dan kolem yang difilosofikan agar segala yang telah ditampilkan ditami atau di wariskan (aanugrahkan) oleh Hyang Widhi.
3. Jenis Dan Pemasangan Penjor.
Jika memperhatikan dari sisi penggunaannya, ditemukan ada dua jenis Penjor yang berbeda, yakni Penjor Sakral dan Penjor Hias. Ada perbedaan pembuatan maupun pemasangan antara Penjor Hias dan Penjor Sakral, sebagai berikut :
a. Penjor Wali, digunakan pada saat upacara keagamaan seperti hari raya Galungan dan juga piodalan di pura sehingga pembuatannya haruslah sesuai dengan ketentuan seperti yang telah dijelaskan di atas (pada point 2). Khusus untuk Penjor Galungan, dilakukan pemasangan pada hari Anggara Wage wara Dungulan (sehari sebelum Galungan) setelah menghaturkan ''banten Penampahan Galungan" dan dicabut setelah menghaturkan persembahyangan pada hari Budha Kliwon Pahang (Pegat Wakan) sehingga pemasangan penjor dilakukan selama kurun waktu 1 bulan dalam hitungan Kalender Bali adalah selama 35 hari terhitung sejak hari raya Galungan. Adapun perlengkapan seperti sampian, lamak serta perlengkapan upakara Galungan lainnya dapat dibakar (pralina) dan abunya secukupnya dimasukkan ke dalam kelapa gading dilengkapi dengan sarana kawangen dan 11 uang kepeng selanjutnya ditanam di pekarangan rumah atau dihanyutkan di laut atau sungai terdekat) disertai permohonan pakukuh jiwa urip (kadirgayusan). Adapun pemasangan Penjor ini ditancapkan di sekitar Sanggah Lebuh atau di sebelah kanan pintu masuk pekarangan rumah, sedangkan lengkungan ujung penjor termasuk Sanggah Penjor yang terbuat dari yaitu rajutan bambu berbentuk bujur sangkar dengan atap melengkung (oval) hingga membentuk seperti Bulan Sabit (Ardha Chandra) menghadap ke tengah jalan.
b. Penjor Hias. Biasanya digunakan hanya untuk memeriahkan acara seperti kegiatan pernikahan, penyambutan, pesta dan sebagainya. Karena tidak dituntut kelengkapan seperti yang. telah dijelaskan di atas (pada point 2) maka dalam pembuatan Penjor Hiasan biasanya lebih banyak menonjolkan kreasi seni sebai wujud penampilan kemeriahan serta dicabut setelah acara selesai.
Seiring perkembangan peradaban, sekarang banyak terlihat kombinasi dimana dalam pembuatan Penjor Wali dikombinasikan dengan Penjor Hias. Namun, kesemuanya adalah sebagai disimbulkan untuk menampilkan (paenjor = penjor) bahwa kita sedang melakukan suatu kegiatan baik yang bersifat ritual atau hanya untuk memeriahkan suatu kegiatan.
Demikianlah Arti dan Makna Penjor adalah merupakan simbul untuk menampilkan atau mewujudkan ungkapan rasa bersyukur (terima kasih) kita atas terbebas dari pengaruh kejahatan (Adharma) sehingga kita kembali menemukan kemakmuran yang sesunggunya diberikan (dianugrahkan) oleh Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa), bukan Penjor sebagai lambang Gunung.
Om Santih, Santih, Santih Om
7 Komentar
Bagus untuk refrensi kita orang awam
BalasHapusMatur Suksma
HapusOSA,
BalasHapusPAda saat perayaan hari Raya Galungan, kapan/hari apa sebaiknya mendirikan/nyujukang penjor?
Suksma
OSSSO
diatas kan sudah dijelaskan, sehari sbelum galungan, yaitu pd saat penampahan, 🙏🙏
BalasHapusharus diperbanyak lagi orang-orang yang mau menulis budaya dan tradisi Bali, untuk memelihara dan melestarikan dalam kehidupan sehari-hari. semoga kedepannya bisa dijadikan cetakan buku. agar menjadi bermanfaat bagi banyak orang terutama masyarakat Bali sendiri yang belakangan ini sudah terlihat memudar terhadap kecintaannya pada pulaunya sendiri. trimakasih untuk artikel yang sangat membantu ini. Suksema
BalasHapusSuksma
BalasHapusPenjor berasal dari bahasa napi?
BalasHapus