GANDAMAYU

SESEPUH

6/recent/ticker-posts

Manjangan Seluwang




Oleh :
JRO MANGKU SUARDANA
Pasraman Sesepuh


Om swastyastu,


        Dalam artikel ini, penulis akan membahas keberadaan salah satu Pelinggih di jajaran Sanggah / Pamerajan yang umumnya ada di tingkat Pamerajan Dadia ialah Pelinggih Manjangan Seluwang, agar tidak menjadi semakin salah kaprah karena banyaknya yang mengasumsikan sebagai Pelinggih ini dan itu akibat terbatasnya pemahaman karena terputusnya penyampaian dari para Pendahulu (Leluhur) kita yang sejatinya mengetahui Sejarah makna Makna Sesungguhnya dari Pelinggih Manjangan Selwuang.

Kata Manjangan Seluwang merupakan rangkaian dua kata yakni Manjangan Seluawang. Manjangan dalam bahasa Indonesia dimaksud adalah binatang Rusa sedangkan Seluwang berasal dari dua suku kata yakni Se dan Luwang. Kata Se dalam bahasa Bali ditulis Sa berarti Satu dan Luwang berarti Bebas atau Kosong, sehingga kata Seluwang dapat diartikan Satu hal yang Bebas (Pengecualian) dan dalam makna luas kata Seluwang juga dapat diartikan sebagai Satu Kebebasan atau Satu Kekosongan. Hingga kata Manjangan Selwuang dapat diartikan Rusa adalah sebagai Pengecualian.

Kenapa binatang Rusa dimaksud sebagai Pengecualian, karena :


1. Rusa adalah satu-satunya mamalia yang tidak memiliki empedu sehingga apa yang dimakan oleh rusa pasti tidak mengandung racun, artinya :

a. Hanya Rusa yang bisa mendeteksi adanya kandungan racun, hingga tidak mengherankan, mulai dari ekor, darah, tanduk, otot, kelamin, jantung dan plasenta Rusa sangat berkhasiat hingga bisa dijadikan sebagai bahan ramuan kesehatan. Makna yang terkandung dalam kata hanya Rusa yang mampu membedakan racun, adalah dimana hal-hal yang dapat meracuni kita difilosofikan ialah bersumber dari perpaduan sifat yang ada pada Tri Guna diantaranya Rajas (sifat Keras) dengan Tamas (Nafsu) akibat pembawaan lahir serta rangsangan dari benda-benda dan pengaruh lingkungan hidupnya dan Sattwam (sifat tenang dan memiliki rasa cinta kasih) lah sebagai pengendali terutama perpaduan Rajas dan Tamas yang menjadi perangsang munculnya Sad Ripu yakni 6 hal yang dinyatakan sebagai musuh yang berstana dalam diri yang bibitnya telah terbawa bersamaan dengan karma wasana sejak kelahiran, sebagaimana tercantum dalam kekawin Ramayana, Bab 1 (Wirama Sronca) Bait 4, sebagai berikut:
Ragadi musuh mapareng
Rihati ya tongwanya tan madoh riawak
Yeka tan hana ri sira
Prawira wihikan sireng niti (kekawin Ramayana 1.4)

Artinya:
Keinginan (kama) dan semua jenis musuh yang terdekat di dalam hati (pikiran) tempatnya tidak jauh dari badan sendiri, diantaranya :

1) Kama artinya keinginan atau hawa nafsu.
2) Kroda artinya kemarahan, krodha muncul diawali oleh ketidakpuasaan, rasa kecewa, rasa dendam, dan rasa terhina.
3) Lobha berasal dari kata Lubh yang berarti tamak, rakus. Rakus merupakan sifat senang yang berlebihan dan tak terkendali, sifat yang selalu ingin dipusakan, sifat yang ingin mementigkan diri senidiri. 
4) Moha artinya kebingungan, Kebingungan tidak dapat menentukan sikap, karena kebuntuan otak dalam berpikir, kecerdasan hilang, orang tak tau arah, tak tau mana yang benar dan yang salah, tak tahu mana yang baik, mana yang buruk, tak tau mana yang berguna dan mana yang tak berguna, kebingungan menghambat segala-galanya.

5) Matsarya artinya dengki/irihati, dan disebut juga dengan Irasya. Iri hati, cemburu, sering kali muncul akibat dari kekecewaan, ketidakpuasan, ketidak adilan dan kegagalan dalam menghadapi suatu peristiwa. Disatu pihak ada yang berhasil dengan mudah, sedangkan dipihak lain mengalami kegaglan atau hambatan. Sehingga pihak yang gagal merasa kecewa.

6) Mada artinya mabuk, kemabukan dapat muncul dari dalam diri sendiri

b. Empedu (Nyali) diperibahasakan sebagai ukuran keberanian, dimana orang yang takut dinilai karena Nyalinya kecil dan sebaliknya. Sementara disini, Rusa adalah tidak memiliki Empedu sehingga Rusa dinilai tidak memiliki rasa takut dan rasa berani ataupun rasa malu artinya tabah = iklas, dimana dalam ranah sepiritual dinilai memiliki ketabahan atau keiklasan kepada Sang Pencipta.

c. Dengan tidak memiliki Empedu, Rusa dinilai bebas dari Pahit, arinya dalam kontek serpititual dapat mencapai kedamaian karena bebas dari pahit (kesengsaraan), pembebasan dimaksud adalah moksa.

2. Rusa adalah satu-satunya mamalia yang mampu menumbuhkan kembali bagian tubuh yang terpotong/hilang. Contohnya, apabila tanduk rusa patah atau dipotong, maka tanduk rusa akan tetap tumbuh kembali, Dimana dalam sebuah penelitian terbukti bahwa kemampuan Rusa dalam menumbuhkan tanduk yang terpotong bahkan dapat tumbuh sepanjang 1 cm/hari,h ingga hal ini merupakan kemampuan lebih dari Deer Stem Cell (sel induk yang berfungsi untuk membentuk sel baru) dan hanya Rusa yang memiliki Sel terbaik dengan tingkat kesamaan yang paling mendekati sel manusia. Filosofinya, Rusa mampu menumbuhkan kembali sesuatunya yang hilang, dalam kontek sepiritual adalah dengan cepat mampu menumbuhkan kembali jika satu waktu hilangnya kepemilikan ialah keyakinan kepada Tuhan.

3. Rusa adalah satu-satunya mamalia sebagai pelari tercepat, dimana dalam kontek seperitual difilosifikan mampu dengan secepatnya mencapai tujuan atau sasaran ialah (Tuhan).


4. Rusa suka hidup berkelompok, mudah beradaptasi dalam segala lingkungan / iklim dan cepat berkembang biak. Filosofinya, dalam konteks sepiritual mampu memilhara keharmonisan diantaranya hubungan dengan Tuhan, hubungan dengan Sesama dan hubungan dengan Lingkungan (Tri Hita Karana) serta dapat dengan cepat mentauladankan apa yang kita dapat terutama kepada generasi.

Itulah beberapa alasannya kenapa Manjangan (Rusa) dikatakan Seluang (Pengecualian) dan masih banyak lagi seperti dalam ajaran agama Hindu diyakini Empedu merupakan stana dari Dewa Wisnu dalam diri (Bhuana Alit), sedangkan Manjangan disini adalah tidak memiliki Empedu sehingga Manjangan diyakini luput dari kekuasan Dewa Wisnu yakni manifestasi Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan) sebagai pemelihara, hingga keberadaan Manjangan difilosofikan sederajat dengan tingkatan para Dewa (di-Dewa-kan). Demikian sehingga Pelinggih Seluwang diwujudkan seperti seekor Manjangan serta terdiri dari 3 rong besar adalah sebagai simbul Tri Guna dan pada sebuah rong besar terbagi lagi dalam 6 rong kecil-kecil disimbulkan bahwa dari Tri Guna ini akan memunculkan Sad ripu karena Manjangan-lah yang difilosofikan mampu menghantarkan kita dalam mencapai tujuan agama Hindu yaitu Seluwang ialah dengan jalan Pembebasan (Moksa) sebab secara harifah Manjangan (Rusa) yang dianggap telah mampu mengendalikan pengaruh Tri Guna yang melahirkan Sad Ripu dan dengan cepat mampu mencapai sasaran ialah kembali kepada Tuhan dalam kontek Kekosongan (Windhu), sehingga Manjangan terbukti mendapatkan julukan sebagai makhluk pelari tercepat. Sehingga dalam tradisi umat Hindu di Bali, para pendahulu (leluhur) kita menganjurkan tidak memakan daging Manjangan (Rusa), sejatinya di sini adalah bentuk kekhawatiran dimana jika memakan daging Manjangan (Rusa) bisa kecarunan karena mengetahui kalau Manjangan (Rusa) tidak memiliki Empedu yang berfungsi sebagai penetral racun dalam tubuhnya. Padahal tidak demikian adanya, sebab jika Manjangan (Rusa) sampai mamakan makanan yang dapat meracuni tubuhnya malah bukan kita yang akan keracunan tetapi Manjangan (Rusa) itu sendirilah yang akan mati duluan. Manjangan (Rusa) justru adalah satu-satunya mamalia yang teristimewa, sebab tanpa Empedu Manjangan (Rusa) bisa terbebas dari racun. Sehingga Manjangan di Bali dipercayai sebagai mahkluk pengecualian dari seluruh makhluk hidup, hingga Manjangan (Rusa) diyakini sebagai hewan suci bukan Sapi.

Hingga di sini, setelah mengetahui ulasan di atas kita dapat disimpulkan bahwa Pelinggih Manjangan Seluwang bisa dimaknakan sebagai pelinggih pamujaan terhadap Dewa Siwa dalam prabawa sebagai Rare Angon (Anak Pengembala) sehingga ada beberapa umat yang menyebut dengan palinggih Siwa Manjangan dalam fungsi sebagai Penolak Bala karena Manjangan yang tidak memiliki Empedu akan tetapi bisa selalu luput dari hal-hal yang dapat meracuni dalam arti luas adalah luput dari kejahatan (Adharma). Namun arti medalam, Pelinggih Manjangan Seluwang sejatinya adalah stana Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) dalam manifestasi sebagai Sang Hyang Embang karena erat kaitannya dengan konteks Pembebasan atau Kekosongan menuju Kamoksan. Itu sebabnya, maka para Pendahulu (Leluhur) kita dengan kearifannya membuat Pelinggih Manjangan Seluang ada di jajaran Pelinggih para Dewa pada Sanggah Pamerajan (Dewa Pratistha) dan bukan di jajaran Pelinggih para Bhatara (Bhatara Pratistha) karena bukan stana manusia yang telah disucikan karena diyakini telah paling berjasa atau sebagai pelindung (Bhatara) - Semoga Bermanfaat (JMS).

Om Santhi, Santhi, Santhi Om

Posting Komentar

0 Komentar