Oleh :
JRO MANGKU SUARDANA
Pasraman Sesepuh
Om Swastyastu,
A. Pengertian.
Pejati berasal bahasa Bali, dari kata “Jati” mendapat awalan “Pa-“. Jati berarti sungguh-sungguh atau benar-benar). Awalan Pa- membentuk kata sifat Jati menjadi kata benda Pajati, yang menegaskan makna melaksanakan sebuah pekerjaan yang sungguh-sungguh, yang kemudian dianusuarakan menjadi "Pejati".
Jadi, banten Pejati adalah sekelompok banten yang dipakai sarana untuk menyatakan rasa kesungguhan hati kehadapan Hyang Widhi dan manifestasi-Nya, akan melaksanakan suatu upacara dan mohon dipersaksikan, dengan tujuan agar mendapatkan keselamatan. Banten Pejati merupakan banten pokok yang senantiasa dipergunakan dalam Pañca Yajña, dimana banten Pejati sering juga disebut “Banten Peras Daksina”.
Ketika pertama kali masuk dan sembahyang di sebuah tempat suci, begitu pula jika seseorang memohon jasa Pemangku atau Pedanda, “mapinunas” kepada seorang Balian/Selir atau untuk melengkapi upakara, banten Pejati sering dibuat. Oleh karena itu, Pejati dipandang sebagai banten yang utama, maka di setiap set banten apa saja, selalu ada Pejati dan Pejati ini dapat dihaturkan di mana saja serta untuk keperluan apa saja.
B. Unsur Dan Makna Filosofi.
1. Adapun unsur-unsur banten Pejati, diantaranya :
Daksina,
Banten Peras,
Banten Ajuman Rayunan/Sodaan,
Ketupat Kelanan,
Penyeneng/Tehenan/Pabuat,
Pesucian,
Segehan alit,
Sarana yang Lain :
Daun/Plawa lambang kesejukan.
Bunga lambang cetusan perasaan.
Bija lambang benih-benih kesucian.
Air lambang pawitra, amertha
Api lambang saksi dan pendetanya Yajna.
2. Daksina terdiri atas : bakul/serembeng simbol arda candra, kelapa dengan sambuk maperucut simbol brahma dan nada, bedogan simbol swastika
kojong pesel-peselan simbol ardanareswari, kojong gegantusan simbul akasa/ pertiwi, telur bebek simbol windhu dan satyam, tampelan simbol trimurti, irisan pisang simbol dharma, irisan tebu simbol smara-ratih, benang putih simbol siwa, ketupat kelanan adalah lambang dari Sad Ripu yang telah dapat dikendalikan atau teruntai oleh rohani sehingga kebajikan senantiasa meliputi kehidupan manusia, sebab dengan terkendalinya Sad Ripu maka keseimbangan hidup akan menyelimuti manusia.
C. Siapa yang menerima Banten pejati ?
Banten Pejati dihaturkan kepada Sanghyang Catur Loka Phala, yaitu :
1. Daksina kepada Sanghyang Brahma.
2. Peras kepada Sanghyang Isvara.
3. Ketupat kelanan kepada Sanghyang Visnu.
4. Ajuman kepada Sanghyang Mahadeva.
D. Cara Membuat Banten Pejati.
Banten Pejati ini terdiri dari 4 macam tetandingan, yakni :
1. Daksina terdiri dari wakul daksina yang dibuat memakai janur/slepan yang di dalamnya dimasukkan tapak dara beras dan kelapa yg sudah dihilangkan sabutnya, lalu diatas kelapa diisi 7 kojong yg terbuat dari janur/slepan, yang masing-masing kojong diisi telor itik, base tampelan, irisan pisang tebu, tingkih, pangi, gegantusan, pesel-peselan lalu di atasnya diisi benang putih dan terakhir letakkan canang burat wangi di atasnya. (baca juga* dan **).
2. Petas memakai alas taledan lalu di atasnya diisi kulit peras yang diisi beras+ benang+base tampelan, lalu di atas kulit peras diletakkan 2 buah tumpeng nasi putih, raka-raka (jaja dan buah-buahan) selengkapnya, ditambah kojong rangkadan yang terbuat dari janur/slepan yang berisi kacang saur, gerang/terong goreng, garam, bawang goreng, timun, lalu di atasnya diisi canang dan sampiyan peras.
3. Sodaan / Ajuman Rayunan memakai tamas dari janur/slepan yang di dalamnya diisi 2 buah nasi penek, raka-raka secukupnya, ditambah dengan dua buah clemik berisi rerasmen seperti kacang saur, teri, gerang dan lain-lain. Lalu di atasnya diisi canang dan sampiyan Plaus/sampiyan Soda.
4. Tipat Kelanan memakai tamas sama seperti Sodaan, cuma di dalamnya diisi ketupat nasi sebanyak 6 biji, lalu dilengkapi dengan 2 buah clemik yang berisi rerasmen. Di atasnya diisi canang dan sampiyan Plaus/Soda. Utk melengkapi Pejati perlu juga dibuatkan Pesucian yang terbuat dari ceper bungkulan yang di dalamnya dijahitkan 5 buah clemik, yang masing-masing berisi boreh miik, irisan pandan wangi yang dicampur minyak rambut, irisan daun bunga sepatu, sekeping begina metunu, seiris buah jeruk nipis dan 1 buah takir untuk tirta, reringgitan suwah serit dan base tampel. Untuk pelengkapnya juga perlu dibuatkan segehan putih kuning dua tanding bila pejati untuk dibawa ke Pura/Tempat suci.
Untuk melengkapi banten Pejati juga perlu dibuatkan Penyeneng yang dibuat dari 3 potong janur lalu kita bentuk sedemikian rupa sehingga menyerupai tiga bentuk kojong yang disatukan dan berdiri tegak, di mana masing-masing kojong diisi dengan beras, tepung tawar (beras, daun dapdap, kunyit ditumbuk) dan irisan bunga cepaka dan jepun dicampur boreh miik, jagan lupa diisi benang putih.
E. Referensi.
Penjelasan tentang bahan Banten Pejati tersurat menurut Lontar Tegesing Sarwa Banten, sebagai berikut :
1. Mengenai rerasmen.
a. “Kacang, nga; ngamedalang pengrasa tunggal, komak, nga; sane kakalih sampun masikian“.
Artinya: Kacang-kacangan menyebabkan perasaan itu menjadi menyatu, kacang komak yang berbelah dua itu sudah menyatu.
b. “Ulam, nga; iwak nga; hebe nga; rawos sane becik rinengo”.
Artinya: Ulam atau ikan yang dipakai sarana rerasmen itu sebagai lambang bicara yang baik untuk didengarkan.
2. Mengenai buah-buahan.
“Sarwa wija, nga; sakalwiring gawe, nga; sane tatiga ngamedalang pangrasa hayu, ngalangin ring kahuripan“.
Artinya: Segala jenis buah-buahan merupakan hasil segala perbuatan, yaitu perbuatan yang tiga macam itu (Tri Kaya Parisudha), menyebabkan perasaan menjadi baik dan dapat memberikan penerangan pada kehidupan.
3. Mengenai Kue/Jajan.
“Gina, nga; wruh, uli abang putih, nga; lyang apadang, nga; patut ning rama rena. Dodol, nga; pangan, pangening citta satya, Wajik, nga; rasaning sastra, Bantal, nga; phalaning hana nora, satuh, nga; tempani, tiru-tiruan“.
Artinya: Gina adalah lambang mengetahui, Uli merah dan Uli putih adalah lambang kegembiraan yang terang, bhakti terhadap guru rupaka (ayah-ibu), Dodol adalah lambang pikiran menjadi setia, wajik adalah lambang kesenangan mempelajari sastra, Bantal adalah lambang dari hasil yang sungguh-sungguh dan tidak, dan Satuh adalah lambang patut yang ditirukan.
4. Mengenai bahan porosan.
“Sedah who, nga; hiking mangde hita wasana, ngaraning matut halyus hasanak, makadang mitra, kasih kumasih“.
Artinya: Sirih dan pinang itu lambang dari yang membuatnya kesejahteraan/kerahayuan, berawal dari dasar pemikirannya yang baik, cocok dengan keadaannya, bersaudara dalam keluarga, bertetangga dan berkawan.
Demikian kupasan tentang banten Pejati baik (upakara) maupun kajian filosofisnya, sehingga dengan pemahaman ini dapat menumbuhkan kesadaran, keyakinan, dan kemantapan umat Hindu dalam membuat dan menghaturkan Banten Pejati dan melaksanakan ajaran agama Hindu yang penuh dengan simbol-simbol, sehingga dapat mengikis digma “Anak Mula Keto” di masa yang akan datang.
Tambahan :
*) Daksina.
Ada yang namanya Daksina Linggih merupakan daksina sebagai simbol “pelinggihan Ida Bhatara” tidak memakai tegteg, peras, dan ajuman. Juga telor diganti dengan tingkih. Kemudian wakul serembengnya dibungkus kain putih kuning.
Dengan demikian maka daksina (baik daksina alit, pekala-kalaan dan krepa) adalah simbol Sanghyang Widhi, stana Sanghyang Widhi, sarana inti yadnya, persembahan terima kasih, dan pesaksi.
**) Sesantun.
Adalah sesayut pengambian terdiri dari :
Pengambian simbol permohonan kehadiran Ista Dewata, Dapetan simbol anugrah Sanghyang Widhi, Peras (lihat di atas), Sodaan simbol persembahan/bhakti.
Banten pejati sering dibuat, ketika pertama kali masuk dan sembahyang di sebuah tempat suci, begitu pula jika seseorang memohon jasa Pemangku atau Pedanda, “mapinunas” kepada seorang Balian/Selir/Dasaran atau untuk melengkapi upakara.
Oleh karena itu dalam sumber kutipan Makna Canang Sari, Daksina, Peras, Pejati, Ajuman, Sesayut, maka Pejati dipandang sebagai banten yang utama, maka di setiap set banten apa saja, selalu ada pejati dan pejati dapat dihaturkan di mana saja, dan untuk keperluan apa saja.
F. Mantra Pejati.
Agar mendapatkan keselamatan dan kerahayuan jagat disebutkan juga dapat diucapkan, sebagai berikut :
Om Puspa Danta ya namah svaha (dalam hati)
Om Siva sutram yajna pavitram paramam pavitram
Prajapatir yogayusyam
Balam astu teja paranam
Guhyanam triganam trigunatmakam
Om namaste bhagavan Agni
Namaste bhagavan Harih
Namaste bhagavan Isa
Sarva bhaksa utasanam
Tri varna bhagavan Agni Brahma Visnu Mahesvara
Saktikam pastikanca raksananca saiva bhicarukam.
Om Paramasiva Tanggohyam Siva Tattva Parayanah
Sivasya Pranata Nityam Candhisaya Namostute
Om Naividyam Brahma Visnuca
Bhoktam Deva Mahesvaram
Sarva Vyadi Na Labhate
Sarva Karyanta Siddhantam.
Om Jayarte Jaya mapnuyap
Ya Sakti Yasa Apnoti
Siddhi Sakalam Apnuyap
Paramasiva Labhate ya namah svaha.
Pesan Pasraman Sesepuh : "Mulailah membiasakan Kebenaran dan jangan lagi membenarkan Kebiasaan" - Semoga Bermanfaat (!)
Om Santhi, Santhi, Santhi Om
0 Komentar